Malang, kota yang tak hanya sejuk udaranya tapi juga panas semangat kreatifnya, kembali menjadi pusat perhatian industri mode. Malang Fashion Runway (MFR), ajang peragaan busana tahunan yang selalu dinantikan, telah kembali digelar di Malang Town Square (Matos) mulai 6 Juli hingga 13 Juli 2025. Mengusung tajuk “Moda Versa” atau “Gaya Tanpa Batas”, gelaran keenam ini benar-benar membuktikan bahwa dunia mode di Bumi Arema tak pernah stagnan, bahkan terus berevolusi!
Bagi warga Malang, Matos bukan sekadar mal biasa. Lokasinya yang strategis di jantung kota, tak jauh dari persimpangan Jalan Kawi dan Jalan Veteran, menjadikannya titik pertemuan berbagai aktivitas urban. Maka tak heran jika MFR memilih tempat ini sebagai panggung utama, memadukan gemerlap mode dengan denyut nadi kehidupan kota.
Merayakan Keberagaman Fesyen ala Malang
Mall Director Matos, Fifi Trisjanti, menjelaskan bahwa “Moda Versa” dipilih sebagai tema untuk menunjukkan bahwa fesyen di Indonesia, khususnya di Malang, jauh dari kata monoton. Ada keberagaman, budaya, dan kreativitas tanpa batas yang perlu dirayakan.
“MFR adalah komitmen kami di Matos untuk mendukung industri kreatif Malang. Kami ingin memberikan wadah kolaborasi dan promosi bagi para pelaku mode, UMKM tekstil, serta komunitas kreatif di Malang Raya,” tegas Fifi saat konferensi pers MFR 2025. Ia menambahkan bahwa MFR 2025 tak hanya melibatkan desainer lokal, tetapi juga menjangkau nama-nama besar dari daerah tetangga, seperti Ayu Wulan dari Surabaya dengan Whulyan Attire-nya, dan Eko Purwanto dari Jember, yang keduanya sudah dikenal hingga kancah nasional. Kehadiran mereka menambah semarak dan standar kualitas peragaan busana ini.
Dari Model Cilik hingga Profesional: Panggung untuk Semua Generasi
Salah satu hal yang paling mencolok dari MFR tahun ini adalah partisipasi yang masif dari berbagai kalangan model. Total ada 426 model yang terlibat, dengan mayoritas (400 orang) adalah model anak-anak dan sisanya (26 orang) adalah model profesional. Model-model profesional ini didapuk untuk memperagakan karya-karya desainer papan atas seperti Ayu Wulan dan Eko Purwanto.
Peningkatan jumlah model cilik ini sejalan dengan tren industri fesyen yang kini sedang berkembang pesat di segmen anak-anak dan remaja. Fifi Trisjanti bahkan memberikan penekanan khusus kepada para desainer agar karya yang ditampilkan untuk model anak-anak tetap menonjolkan sisi natural dan ceria. Kita bisa melihat ciri khas bando, dandanan tanpa bulu mata tebal, hingga sepatu tanpa hak yang nyaman, mencerminkan kepolosan dan keceriaan khas anak-anak Malang yang aktif bermain di taman-taman kota seperti Taman Kunang-Kunang atau Alun-Alun Tugu.
“Ini adalah kesempatan emas bagi bakat-bakat muda Malang untuk menunjukkan potensi mereka,” ujar Ibu Indah, seorang pemilik sanggar tari anak di daerah Sawojajar yang juga salah satu orang tua model cilik di MFR. “Saya melihat bagaimana anak-anak begitu antusias berlatih, bukan hanya untuk tampil di runway, tapi juga untuk merasakan atmosfer profesionalisme sejak dini. Ini bisa jadi bekal mereka nanti, entah di dunia fesyen atau bidang lainnya.”
Karya Desainer Lokal yang Mendunia: From Indonesia to Shibuya
Salah satu desainer kebanggaan Malang, Zakharia Wahyudi, menampilkan koleksi busana anak-anak yang diberi tajuk unik: “From Indonesia to Shibuya”. Ini adalah contoh nyata bagaimana desainer lokal mampu meramu inspirasi global dengan sentuhan kearifan lokal.
Zakharia menampilkan baju-baju berwarna pastel yang cerah, seperti hijau tosca dan merah muda, yang sangat cocok dengan karakter anak-anak. Salah satu karyanya yang memukau adalah paduan bahan denim hijau tosca dengan model you can see dan rok tutu berlapis, dipercantik motif bunga, hiasan bunga, dan earmuff berbulu warna merah muda. Model cilik bernama Yosiko Calista, siswi kelas 4 SD dari My Little Island School, tampak begitu luwes memeragakan busana tersebut.
“Saya berusaha menonjolkan sisi anak-anak dengan menampilkan baju berbahan katun atau rajut yang nyaman,” jelas Zakharia. “Untuk tampilan wajah tetap girlie seperti anak-anak. Konsep From Indonesia to Shibuya ini ingin menunjukkan bahwa gaya anak-anak Malang juga bisa stylish dan selevel dengan tren global, tanpa kehilangan identitas ceria mereka.”
Yosiko sendiri mengaku sangat senang bisa menjadi bagian dari MFR. “Saya suka baju-baju lucu yang dibuat Om Zakharia! Saya juga jadi bisa pose dan jalan-jalan, kayak di Jakarta atau Bali,” ujarnya dengan polos, menggambarkan antusiasme anak-anak terhadap pengalaman baru.
Lebih dari Sekadar Peragaan Busana: MFR sebagai Ekosistem Kreatif
MFR 2025 tidak hanya menghadirkan peragaan busana semata. Selama dua hari penyelenggaraan, ada lima slot pertunjukan, terdiri dari tiga sesi Kids Fashion Runway dan dua sesi Fashion Runway untuk dewasa. Selain itu, ada juga demo make-up, parade busana pengantin oleh Katalia DPC Malang Raya, serta Bazar Fashion yang memamerkan produk-produk UMKM lokal, pameran kosmetik, dan partisipasi aktif dari tenant-tenant mal.
Ini menunjukkan bahwa MFR bukan hanya event pameran, melainkan sebuah ekosistem yang terintegrasi untuk mendukung seluruh rantai nilai industri fesyen Malang. Dari desainer, model, UMKM tekstil, hingga produk kecantikan, semua punya panggung di Matos.
"Saya melihat antusiasme masyarakat Malang terhadap fesyen ini luar biasa," kata **Bapak Dony, seorang pengusaha konveksi dari Kampung Warna-Warni Jodipan** yang ikut membuka stan di Bazar Fashion MFR. "Dulu, kami hanya fokus produksi. Sekarang, dengan adanya MFR, kami bisa langsung bertemu pembeli, mendengarkan masukan, dan bahkan berkolaborasi dengan desainer. Ini sangat membantu UMKM seperti kami untuk berkembang."
Malang Fashion Runway 2025 dengan tema “Moda Versa” telah sukses membuktikan bahwa fesyen adalah tentang ekspresi tanpa batas, dan Malang adalah panggung yang tepat untuk merayakannya. Event ini tak hanya memperkaya agenda hiburan kota, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan ekonomi kreatif dan pariwisata di Malang Raya. Kita patut berbangga dengan geliat industri mode di kota kita yang sejuk ini!